Belakangan ini tengah ramai diperbincangkan seorang penjual teh yang dibercandakan oleh seorang laki-laki lain (tokoh agama)? Saya tidak yakin, ada yang memaklumi kejadian tersebut dan mengakui orang yang mengolok itu sebagai tokoh agama.
Sebab, tidak ada agama mana pun yang akan mengajarkan perilaku seperti itu. Mengolok-olok orang lain.
Bapak penjual teh tersebut hanya tersenyum masam ketika seorang laki-laki gondrong membercandakannya di atas panggung. Begitu miris, ketika orang-orang yang juga di atas panggung menertawakannya.
Ketika seorang yang memiliki kuasa akan suaranya (melalui microphone), yang memiliki tempat biasanya di atas (panggung). Kita yang hanya seorang biasa saja (penjual es teh), yang memiliki tempat di bawah (panggung). Tidak bisa melakukan apa-apa ketika tindakan semena-mena dilakukan oleh yang di atas.
Akan tampak tak bisa melakukan apa-apa ketika kita hanya sendiri. Tapi, jika kita yang ada di bawah dan tidak memiliki pengeras suara, bersuara keras dengan cara bersama-sama. Kita memiliki kekuatan sendiri.
Hal tersebut seakan-akan simbolis (?)
Beruntungnya, banyak Netizen yang menyadari hal ini dan menyuarakan bersama hal yang semena-mena yang tidak semestinya. Beberapa publik juga ada yang berinisiatif membantu penjual teh tersebut.
Kejadian semena-mena memang tidak seharusnya di biarkan begitu saja. (4/12)
Penulis : Jagaddhita Pradana

Komentar
Posting Komentar